Saya kelabuhi pasien dengan Energi baterai


perdukunan penuh dengan kebohongan? Itulah pengalaman hidup yang dijalani Ipon, seorang dukun yang kini telah bertaubat. Dengan berbagai trik, ia mengelabui pasien dan murid-muridnya. Apa yang dilakukan Ipon bisa jadi dilakukan oleh dukun-dukun yang lain. Karena itu, waspadalah dan jangan hiraukan mereka. Bila tidak ingin dikelabuhi. Ipon menuturkan kisah masa lalunya kepada Majalah Ghaib di Cirebon.

Saya terlahir sebagai manusia biasa dengan bakat melukis. Satu hal yang telah saya geluti sejak remaja. Aktifitas ini menuntut sebuah kemampuan lebih karena mobilitas saya yang terbilang tinggi, berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menggelar pameran atau sekadar menggali ide. Dari sini, mulai terbetik sebuah ide untuk belajar ilmu kesaktian.

Saya ingin memiliki kemampuan lebih, memiliki sesuatu yang bisa saya banggakan di depan teman-teman. Cita-cita itulah yang mengantarkan saya untuk belajar ilmu kebal. Kebetulan, ada orang pintar yang cukup terkenal di tempat saya. Sebut saja namanya Ki Lintar. Kepadanyalah saya menggantungkan harapan.

Untuk menguasai ilmu kebal saya menjalankan puasa mutih 40 hari. Di hari yang keempat puluh, saya hanya minum seteguk air putih. Keesokan harinya saya diuji langsung oleh Ki Lintar. Pagi itu, hanya kami berdua di ruangan perguruannya. Saya melakukan sedikit pemanasan, sementara Ki Lintar telah siap dengan sebongkah batu bata di tangan. Setelah dirasa cukup Ki Lintar melangkah mendekat. Batu bata itu pun hancur terbentur kepala saya. Tidak ada luka. Tidak ada darah.

Untuk sementara, saya berhasil menjadi orang sakti seperti yang saya inginkan. Apapun permintaan Ki Lintar selalu saya kabulkan. Memang, sejak itu Ki Lintar sering meminta uang kepada saya dengan berbagai alasan. Sejatinya uang itu tidak terkait dengan iuran perguruan. Namun, saya tidak bisa berkutik, meski saya sendiri bukanlah dari golongan orang berada yang memiliki banyak uang. Kedudukan saya sebagai murid membuat saya tidak kuasa menolak.

Suatu sore, saya ingin menguji kembali kekebalan yang saya peroleh. Sebongkah batu bata saya adu dengan kepala saya. “Aduuuh….” Saya menjerit. Kepala saya berdarah dengan luka-luka memar. Sementara batu bata itu tetap utuh. Tidak hancur atau terbelah.

Saya terkejut. Kemana gerangan ilmu itu, pikir saya. Saya semakin penasaran, dengan gemetar saya ambil sebuah silet dari dalam laci. Saya ingin membuktikan kembali kekebalan saya. Namun, sayatan silet itu meninggalkan luka di lengan. Goresan merah darah memanjang di lengan. Perih rasanya, saya masih beruntung, saat itu saya tidak menggoreskan silet dengan keras. Padahal wirid basmalah 3.000 kali tanpa putus selalu saya kerjakan di rumah. Sesajen kopi pahit, kopi manis, bubur merah bubur putih juga telah saya penuhi, tapi hasilnya di luar harapan.

INFO PENTING